Kamis, 31 Mei 2012

Pendekar Tai Chi Cuan :: CHEN FAKE


.:: CHEN FAKE ::

Chen Fake (1887 – 1957) lahir di Chenjiagou, kabupaten Wenxian, propinsi Henan. Ia merupakan generasi ke 17 dari keluarga Chen, cucu Chen Changxing.

Chen Fake merupakan pewaris Tai Chu Chuan aliran Chen yang semangatnya amat menggelora. Ia berkomitmen untuk berlatih 100 kali rangkaian Tai Chi Chuan setiap hari, baik pagi, sore, ataupun malam. Secara khusus ia juga berlatih pada matahari terik musim panas, agar bisa melakukan koreksi terhadap kebenaran postur dan gerakannya dari bayangan tubuhnya di lantai.

Selain itu, Chen Fake juga berlatih dengan tongkat kayu sepanjang 4 meter dengan diameter 15 cm. dengan tongkat itu, ia mengangkat benda berat sebanyak 300 kali sehari dalam rangka melatih kekuatan pergelangan tangannya.

Ia mulai terkenal saat usianya 17 tahun. Di desa Chen, ada seorang pria sangat kuat yang mendapat julukan si ‘banteng’. Suatu hari, si ‘banteng’ memegang tangan Chen erat-erat. Dan hanya dengan menggunakan kekuatan guncangan dari Tai Chi Chuan, ia tidak hanya melepaskan tangannya dari cengkraman si ‘banteng’, tapi juga menghempasnya ke tanah.

Saat si ‘banteng’ coba bangkit dan meraih Chen lagi, ia mengikuti gerakan lawannya dengan gerakan “Naga hitam muncul di air”, yang kembali menghempaskan sang lawan 3 meter jauhnya.

Dan pada usia 20 tahun, ia mengikuti kompetisi Wushu di ibu kota kabupaten, dan keluar sebagai juara. Dan ketenarannya merebak ke semua kabupaten yang ada di Cina.

Ketenarannya itu terdengar oleh panglima perang Han Fuju, yang kemudian mengirim utusan untuk mengajaknya menjadi kepala instruktur beladiri Cina. Namun Chen menolak dengan halus. Penolakan itu memancing ketersinggungan dari pihak panglima, dan memerintahkan pelatih di pasukan beladirinya untuk menusukkan tombak ke tenggorokan Chen.

Dengan tangan kosong, ia menunggu sampai tombak itu dekat tubuhnya. Kemudian dengan tangkas merendahkan tubuhnya dan menggunakan putaran Tai Chi Chuan ia membuat lingkaran di udara dengan tangannya. Mencengkram tangkai tombak, memilin ringan, dan menusuk musuh dengan ujung yang lainnya. Akibatnya, si penusuk terlempar 4 meter jauhnya.

Melihat kejadian itu, panglima Han Fuju tidak kapok. Dan berupaya dengan cara lain. Yakni menantang Chen untuk dikepung dalam sebuah lingkaran yang ditandai di lantai. Lalu tangannya berada dibelakang. Lalu seorang pelatih Wushu mencoba untuk menyayatnya dengan golok.

Chen tidak menggunakan tangannya, melainkan tendangan ganda dan lambaian ganda Tai Chi Chuan. Akibatnya, golok terlempar dari tangan si penyerang.

Pada tahun 1928 atas undangan kemenakan laki-lakinya, Chen Zao Pi, ia datang ke Beijing untuk melatih Tai Chi. Pada waktu itu, di Beijing ada 3 bersaudara yang sangat terkenal arogan sekaligus kuat. Mereka adalah 3 bersaudara Li, yang memandang remeh Tai Chi Chuan keluarga Chen.

Mereka bertiga menantang Chen karena mendengar reputasinya. Dan Chen datang memenuhi panggilan itu. Li yang tertua maju untuk pertama kalinya dan menjadi orang pertama yang menjajal Chen. Selain perawakannya yang bertubuh tinggi besar, ia juga melecehkan Tai Chi Chuan aliran keluarga Chen di depan Chen saat itu juga.

Ia menerjang Chen dengan tenaga penuh. Chen berteriak ‘Ha!’, dan melakukan gerakan secepat kilat sambil melempar Li tertua kearah jendela di samping pintu. Melihat kejadian itu, kedua Li yang lainnya ciut nyalinya, dan memilih untuk kabur.

Ia memiliki banyak murid dari kalangan yang terkenal. Di antaranya adalah kepala pusat pelatih Wushu Beijing, Xu Yu She dan Li Jian Hua serta Shen Jia Zhen. Disamping itu masih ada actor opera peking yang terkenal akan keahlian wushunya, serta memerankan banyak pendekar, Yang Xiao Lu, menyebut Chen sebagai gurunya.

Secara bersama-sama mereka menghadiahi Chen dengan ukiran yang bertuliskan, “Yang terbesar dalam Tai Chi Chuan”. Setelah itu ia mendirikan pusat latihan wushu Tai Chi Chuan di Beijing.

Sekali waktu, Xu Yu She menyelenggarakan kejuaraan beladiri di Beijing. Ia diundang sebagai penasihat. Saat berdiskusi tentang pertandingan, seseorang mengusulkan agar batas pertandingan adalah 15 menit. Sebaliknya, Chen berpendapat, cukup 3 hitungan saja. Li Jian Hua yang hadir pada diskusi itu bingung mau menerima usul yang mana. Chen pun tersenyum dan berkata; “Jika kamu tidak percaya, mari kita coba.”

Li berperawakan tinggi besar dengan tinggi sekitar 2 meter, berserta berat 100 kg. pada awalnya, Li adalah seorang pelatih Wushu di Northeast Cina University dengan gaya Pa Kua Cang. Dengan agresif dan tanpa segan ia menyerang Chen. Chen mengelak dan dengan satu elakan cepat, tubuh Li terangkat dari lantai setinggi 30 cm dan menabrak dinding. Sebuah bingkai kaca yang terpantek di dinding jatuh berkeping-keping. Meski tidak terluka, baju Li kotor karena bubuk cat yang rontok.

Pada pertandingan di Beijing tersebut, hadirlah seorang pegulat bernama Shen San yang sering menjuarai kejuaraan nasional. Saat bertukar sapa dan saling ngobrol, Shen San pun berkata; “apa yang terjadi jika seorang pegulat bertemu dengan ahli Tai Chi Chuan?”

Chen menjawab dengan tersenyum, “dalam perkelahian, dapat kah anda memilih lawan?”

Keduanya setuju untuk saling coba, dan Chen mempersilahkan Shen menangkapnya. Sementara itu Chen mengangkat kedua tangannya. Ketika Shen San menangkap tangan Chen, penonton berharap dapat menyaksikan duel mencekam. Namun tak lebih dari 3 detik, kedua tertawa. Pertandingan selesai.

Dua hari kemudian, Shen datang mengunjungi Chen yang sedang melatih murid-muridnya. Ia membawakan Chen sebuah hadiah yang sangat mahal dan membuat murid-murid Chen terkesima. Ia pun segera menjelaskan permasalahannya.

“Guru besar Chen tidak hanya hebat dalam wushu, tapi juga moralnya benar-benar terpuji. Pada waktu duel itu, saya dipersilahkan untuk mengangkat tangan guru Chen. Saya ingin menjatuhkannya, tetapi tak bisa. Saya mengganti strategi dan berniat untuk mengangkat kakinya, tetapi tetap tidak bisa. Saat itu saya sadar, kemampuan saya sangat jauh dibandingkan guru Chen. Namun beliau tidak berniat sekalipun untuk menjatuhkan saya. Padahal jika ia mau, ia bisa mempermalukan saya semudah membalikkan telapak tangan. Pada hari ini saya datang untuk menyampaikan rasa hormat saya!”

Ini membuktikan sesuatu bahwa selama puluhan tahun ia tinggal di Beijing, tak seorang pun ia memiliki musuh. Karena perangai dan moralnya yang terpuji.

1 komentar: