Sabtu, 03 Maret 2012

Kemuliaan ~ Mutiara Hikmah Dari Abul Hasan

Kehidupan duniawi yang berkesusahan dalam harta lah yang membuat Ali bin Abi Thalib itu mulia.
Dalam banyak riwayat, penuh diceritakan bahwa beliau itu kerap kelaparan sekeluarga. Fatimah juga pernah mengadu kepada Rasulullah, Bapaknya, untuk memberikannya kemudahan dengan menyerahkan seorang pembantu, agar pekerjaan rumahnya lebih mudah. Selain itu, sang Sayyidah terdekat Rasulullah warisan Khadijah itu, pernah juga meminta untuk di bantu dalam urusan harta sampai-sampai ia menangis.
Hasan dan Husin juga sering dibawa Ali jika bekerja. Disaat Rasul Muhammad datang kerumah mereka untuk menemui cucu-cucu tercintanya, Fatimah menyambut dan memberitahukan bahwa mereka ikut dengan Ali yang sedang menimba air di sumur seorang Yahudi, untuk mendapatkan upah 1 butir kurma pada setiap embernya.
Namun, kemuliaannya sebagai seorang suami, menantu, sahabat, ulama, dan umara, serta shaf pertama Islam, muncul dari kemiskinan hartanya. Jika ia orang yang kaya dan berkelimpahan harta, akankan sinar kemuliaanya terlihat oleh orang-orang biasa ?
Akankah kemuliaannya menyentuh semua lapisan jika ia bukan yang berkesusahan dalam harta ?
Kesabarannya, Kekokohannya, Kecintaannya pada ilmu, Penuh rasa tawadhu walau ia Imam besar, menjadi pakaian yang memuliakan ia walau kekurangan dan sering menahan lapar. Melebihi kemuliaan jika ia memakai pakaian dari emas sekalipun.
Abu Hasan ini baru sampai dirumahnya setelah pulang dari rumah Rasulullah, dan melihat Salman Al Farisiy sedang memisah-misahkan bulu domba, dan Fatimah, istri Ali sedang memintal bulu-bulu itu menjadi benang.
“Apa ada makanan untukku ?” tanya Ali pada istrinya.
“Kita tidak punya makanan apapun,” sahut istrinya.
“Hanya ada uang 6 dirham yang baru saja kuterima dari Salman sebagai upah memintal benang. Sedianya akan kugunakan untuk membeli makanan bagi anak-anak kita.”
“Berikanlah uang itu padaku, “ Kata Ali. “Biar kubelikan makanan bagi anak kita.”
Fatimah memberikan uang itu, Ali pun pergi untuk membeli makanan. Dijalan ada seorang pengemis.
“siapa yang akan menghutangi Allah dengan piutang yang baik?” tanya pengemis itu. Ali pun memberikan uang tersebut. Dan tidak jadi berbelanja.
Fatimah melihat suaminya pulang tanpa membawa apa-apa. Menetes air matanya, sedih membayangkan anak-anaknya bakal kelaparan lagi mala mini. Ia tahu, pasti suaminya telah menyedekahkan uang yang 6 dirham untuk fakir miskin.
“Kau tidak membawa makanan untuk anak-anakmu?” tanya Fatimah.
“Uang itu aku pinjamkan kepada Allah Ta’ala,” jawab Ali.
“Engkau benar,” kata Fatimah.
Ali kemudian pergi menuju rumah Rasulullah. Ditengah jalan ia bertemu dengan seorang Arab Badawi, sedang menuntun seekor unta. Tampaknya ia sudah mengenal Ali, tetapi Ali tidak mengenalnya.
“Belilah unta ini hai Abu Hasan!” kata orang Arab Badawi tersebut.
“Aku tidak punya uang,” sahut Ali.
“Bayar saja kalau kau sudah punya uang nanti.”
“Berapa harga unta itu?”
“Untukmu ku jual 100 dirham saja.”
100 dirham amat murah untuk seekor unta. Ali setuju untuk membeli unta itu, dengan pembayaran dikemudian. Dituntunnya unta itu, dan tak lama kemudian ia bertemu lagi dengan seorang Arab Badawi lainnya. Ia tertarik pada unta yang dituntun Ali.
“Apa unta itu akan kau jual, hai Abu Hasan?” tanya Arab Badawi tersebut.
“Ya, akan kujual.”
“Berapa harganya?”
“Tiga ratus dirham.”
“Baik, akan kubeli untamu.”
Orang itu membeli unta Ali tanpa menawar lagi. Ali pulang membawa 300 dirham, ia menceritakan pengalaman itu kepada Fatimah.
“Engkau telah mendapat taufik, ya putra paman ayahku,” kata Fatimah.
Ali kemudian bergegas menuju rumah Rasulullah. Dan ternyata Jibril telah lebih dulu sudah datang menemui Rasulullah dan menceritakan itu pada beliau.
“Tahukah kau siapa Arab Badawi yang menjual unta kepadamu dan siapa yang membelinya?” tanya Rasulullah.
“Allah dan rasul-Nya lebih tahu akan hal itu, wahai Rasulullah,” jawab Ali.
“Beruntunglah engkau, Ali. Kau pinjamkan kepada Allah 6 dirham, Allah menggantinya dengan 300 dirham. Orang Arab Badawi yang menjual unta kepadamu adalah Malaikat Jibril, sedangkan yang membeli untamu adalah Malaikat Mikail.”
---------------------------------------------
Dial ah lelaki pertama yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Dia adalah pria yang berani dengan mengorbankankan nyawanya, saat menggantikan diri Rasulullah menjadi umpan saat malam pengepungan, pada malam Rasulullah Hijrah ke Madinah. Dengan berselimut hijau dari Hadhramaut.
Kedudukannya yang mulia telah membuat wajah Fatimah berseri-seri, jika sebelumnya ia muram waktu mengadu kepada Rasulullah. Ia seorang pahlawan sejak usia 19 tahun. Ia tetap sanggup melawan penderitaan sejak berumur 20 tahun. Dan dia orang yang menjebol pintu Benteng Khaibar, pintu raksasa yang tidak bisa diangkat oleh 50 orang laki-laki! Seorang diri, mengamuk bagai singa, dan menebas leher Marhab sang pemimpin benteng Yahudi terkuat itu dan membelah tubuhnya menjadi dua bagian. Bahkan Abu Bakar dan Umar r.a pun tidak mampu melakukan itu dan mengakui kemampuan Marhab.
Ia juga lah yang menyungkurkan Amar bin Abdi Wud dalam perang Khandaq, saat ditantang duel satu lawan satu, hanya bersenjatakan perisai, dan Amru memegang sebilah pedang. dialah orang pertama bersama Hamzah dan Ubaidah bin Al-harits yang memenuhi panggilan perang tanding. Dan dia juga termasuk kelompok kecil yang tetap tegar bersama Rasulullah pada perang Uhud.
--------------------------------------------
Nilai siapakah yang menurut anda lebih mulia ; seorang kaya yang memegang uang 1 juta rupiah ditangan, lalu menyedekahkan sebagiannya 100.000 rupiah; atau seorang kurang mampu, memegang uang 10.000 rupiah ditangannya, lalu menyedekahkan seluruhnya, 10.000 rupiah?
Ikhtisar :: Kemuliaan tidak terkena oleh pakaian emas atau kekayaan yang berkelimpahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar